CHAPTER 3. PPENGAKUAN
Dia duduk sambil mengusap kepala dan rambut
basahnya dengan handuk kecil. Aku ikut nimbrung di sebelahnya dengan posisi
duduk sofa 90 derajat. Memberikan secangkir coklat hangat. Hujan masih lebat di
luar. Ia memegang gelas coklat panas dengan dua tangannya, meminum sedikit,
lalu menatapku perlahan.
"can
I trust you?”7 katanya.
"I dont
know. It's your choice who to trust." 8
"Yea.
I chose horribly."9 dia menunduk lagi.
Aku tersenyum dan mengusap rambutnya. " you must be so tired, it's ok if you don't
want to talk about it. Just get some sleep and be ready for tomorrow."10
Kataku sambil berdiri dan ingin berlalu.
Namun dia kemudian menggenggam tanganku. "wait!" katanya.. "I've killed them all. "11
Aku terhenti. Tubuhku mengeras sejenak.
Kemudian aku berpaling dan duduk lagi. Kali ini di lantai dan menghadap
kepadanya langsung. Wajahnya tak menggambarkan apapun. Menunduk ke arah
wajahku. Kami bertatap kosong.
Aku tersenyum lagi. Lalu menggenggam punggung
kedua telapak tangannya. Mengusap-usap halus dengan kedua ibu jariku.
"all
of them?"12 tanyaku pelan.
"all
of them. " jawabnya mantap.
Disinilah kisahnya mulai bercampur dengan
kisahku, awal musim penghujan september tahun lalu. Menjadi sedikit runyam, dan
mungkin menyenangkan. Aku pun.. Yang tidak terlalu memiliki emosi ini agaknya
menggap biasa saja apa yang ia lakukan. Aku tak memiliki ketakutan akan masa
lalu. Aku selalu memikirkan hari ini, dan masa depan.
Maka aku memilih posisi duduk senyaman mungkin.
Hari ini tidak akan ada tidur. Hari esok sebentar lagi muncul. Dan cerita baru
saja di mulai.. Tentang kisah seorang gadis belia, dan kematian-kematian
mengerikan, yang ia rencanakan.
Bersambung...
0 comments:
Post a Comment
at least, tell me your name to respond your coments, thanks.