CHAPTER
8. DUO
“DOR!”
suara tembakan terdengar dari luar tenda. “DOR!” “DOR!” terdengar lagi dua
suara tembakan secara beruntun. “aaaaaahhhhh…! Tolooooong!” suara jeritan
mengiringi. Kemudian sunyi.
Pria
jepang itu melotot pada kedua anak buahnya dan mengisyaratkan mereka untuk
keluar memastikan situasi. Sementara ia sudah berpindah posisi ke belakangku
dan mengacungkan moncong pistolnya pada kepalaku. Bukan yang pertama kalinya,
aku tak terlalu terkejut.
Sebelum
dua pengawalnya itu keluar tenda. Seorang wanita dengan postur sangat tinggi
lebih dulu memasuki tenda dengan sedikit menundukan kepalanya di bagian pintu.
Oh my… akupun terkejut dengan posturnya. Wajahnya putih dengan mata tanpa
kelopak ganda, oriental. Rambutnya hitam panjang di ikat ke belakang. Badannya
sedikit berotot, cukup berotot untuk ukuran seorang wanita. Dan yang paling
membuat takjub, tingginya. Lebih tinggi dari si berewok dan si botak. Kepalanya
bahkan menyentuh kain bagian atas tenda. Mungkin sampai dua meter?
“Akihilo?” wanita itu berkata dan
mendongakkan kepalanya padaku.
Aku
melihatnya tanpa ekspresi. Si berewok dan si botak melihat kebelakang pada pria jepang yang
masih berlindung jongkok di belakangku.
“the fuck you see dumbass, get rid of that
bloody women!”26 katanya menjerit.
Wanita
berpostur besar itu sedikit memiringkan kepalanya gantian melihat pria jepang
di belakangku. “anta… akihilo?”27
katanya santai tidak memperhatikan si berewok dan si botak yang siaga dengan
kuda-kuda tempur mereka.
“fuck I don’t have time for this shit!”28
kata pria jepang di belakangku sambil berdiri dan mengalihkan arah pistolnya.
Tangannya menjulur kedepan tepat di atas kepalaku mengarahkan pistol pada
wanita itu.
“Sretttt..”
sebilah pisau kecil menembus tenda dan melaju keluar lagi, memotong pergelangan
tangan si pria jepang.“ouch!” Pistol itu terjatuh tepat di depanku. Kakiku
cepat menyeretnya kearahku mengamankan dari si berewok dan si botak. Aku
menoleh ke atas sedikit ke bagian belakang memastikan apa yang terjadi pada
pria jepang itu. Tangan kanannya memegangi pergelangan tangan kiri yang
berlumur darah.
“aaaaaaarrrrrhhh”
dia menjerit hebat seolah baru merasakan kesakitan yang tertunda.
Sementara
wanita besar itu sudah mencekik si berewok sampai kakinya terangkat dari tanah.
Persis seperti yang dilakukan si berewok itu padaku sebelumnya. Si botak
mencoba menendang kaki wanita itu. Tidak ada hasil. Kemudian ia berbalik
mengambil kursi lipat yang tadi menjadi tempat duduk pria jepang yang kini
masih mengerang kesakitan.
Diayunkan
kursi itu sekuat tenaga oleh si botak. Namun wanita itu bergerak cepat dan
menangkap ayunan kursi. Kini gantian wanita itu yang mengayunkannya… si pria
botak tadi ikut terayun dan terhempas keluar tenda.
Belum
sempat berdiri, seorang pria dengan postur kecil dan gerakan lincah melompat
menaiki si botak dan menancapkan sebilah pisau ke bagian samping kepalanya.
Begitu cepat dan kuat tekanan pisaunya hingga mampu menembus tengkorak si
botak. Ditariknya lagi kemudian di tancapkan ke lehernya. Kemudian ia melompat
turun. Meninggalkan si botak yang yang masih kejang-kejang berjalan
golang-galing bagai ayam yang baru saja disembelih. Pria berpostur kecil itu
ikut masuk ke dalam tenda.
Si
berewok terjatuh saat wanita tadi selesai mencekik dan melepaskan cengkraman di
lehernya. Mati. Lehernya membiru dan sekujur mukanya sangat merah. Lidahnya
terjulur dan matanya melotot melihat ke atas. Pemandangan yang sangat
mengejutkan. Tinggallah aku dengan pria Jepang ini. yang mencoba mendekat
padaku untuk mengambil pistolnya kembali.
“swussh”
“crout” sebilah pisau kecil melayang dan menancap tepat di paha pria jepang
itu. Didikuti jeritan dan makiannya yang keras sekali…”kuso!”29 katanya. Ia terjatuh dan terduduk dengan kaki
menjulur kedepan “Anta wa dare!”30 lanjutnya masih
sambil memegangi pergelangan tangan kirinya yang belum berhenti berdarah.
Pria
kecil itu mendekat padanya dan menancapkan pisau kecil lain pada paha satunya
lagi… “aaaarrrrrrhhhhhh” pria jepang itu kembali menjerit keras.
“pake
bahasa Indonesia aja makanya bangsat! Gua ga ngerti!” kata pria kecil itu.
“tolong…
siapapun kalian. Akan kuberikan apapun… jangan bunuh aku. Tolong…” kata pria
Jepang itu memohon. Dua pisau masih tertancap di pahanya. Sedikit saja bergerak
pasti akan terasa nyeri sekali, belum lagi tangannya yang masih mengeluarkan
darah segar. Mukanya berubah drastis dibandingkan saat ia mengintrogasiku
beberapa saat lalu. Kini, usianya terlihat bagai 60 tahun.
“kau,
akihiro bukan?” kata pria kecil itu menanyai si jepang. Pria kecil itu
mengecek kantong blazer yang di kenakan
oleh si pria jepang, kemudian mengambil sebuah handphone dari sana. “iya
bukan?” tanyanya sekali lagi.
“ya.
Iya..” kata pria jepang itu. “siapapun kalian. Mungkin aku pernah melakukan hal
buruk pada kalian. Tapi aku hanya menjalankan perintah. Aku hanya bawahan.
Tolong… tolong ampuni nyawaku.” Katanya masih memelas.
“aku
tau.” kata pria kecil itu santai sambil mengantongi hp yang diambilnya dari si
pria jepang. Ia kemudian berdiri dan mendekatiku. Tanganku yang masih terikat
pada tiang tenda mengambil pistol yang ada di bawah kakiku dan mengarahkan
padanya.
“jangan
mendekat!” kataku.
“santai
bro.” kata pria kecil itu. Ia mengeluarkan sebatang rokok dan kemulian
menyulutnya. Menghisapnya sebentar… kemudian dia berjongkok di hadapanku tanpa
memperhatikan aku yang masih mengacungkan pistol padanya. Ia mengeluarkan
sebilah pisau kecil lain dari banyak kantong pisau di pinggangnya. Kemudian
melepaskan ikatan pada tanganku. “kau Rio kan?” katanya.
“bagaimana
kau tau namaku?” tanyaku.
“ntar
aja cerinya, ada mobil van di jalan
setapak yang jaraknya setengah jam perjalanan dari sini” kemudian ia membantuku
berdiri dan mengambil pistol yang ada di tanganku. Aku yang sudah lemas pun
hanya melepaskannya saja. “masih kuat jalan ?” katanya lagi. aku hanya
mengangguk.
Ia
kembali menoleh ke arah pria jepang tadi. Wajah pria jepang itu masih memohon
untuk nyawanya. Ketakutan.
“pak
tua.. kau tau kan, aku tak mungkin membiarkanmu hidup. Pilihanmu hanya dua,
mati memalukan atau mati terhormat.” Kata si pria kecil sambil melemparkan
sebilah pisau yang agak besar kali ini.
Pria
jepang itu tertegun dan melihat ke arah pisau yang di ada di hadapannya.
Kemudian ia menangis perlahan.. “nooo..”
“noooo…”31 katanya. Namun ia
masih mengambil pisau itu dan terus memandanginya. Memegangnya dengan kedua
tangannya.
Tak
berapa saat, pria jepang itu menjerit “Die
bitch!”32 dan malah melemparkan pisaunya ke arah si pria kecil,
namun pria kecil ini terlalu sigap dan lincah. Ia menangkapnya dengan satu
tangan. Rokok di mulutnya bahkan tidak
terjatuh.
Ia
mengambil rokok dari mulutnya dengan tangan yang lain. “ kau ingin membunuhku
dengan pisauku sendiri? Hahaha” kata pria kecil itu tertawa. “lo pikir lo
siapa, bangsat!” Ia kemudian berjalan keluar tenda sambil memberiku isyarat
untuk mengikutinya.
Tak
berapa lama setelah itu, kami mulai berjalan menyusuri pinggiran hutan menuju
mobil van mereka, dua orang
penyelamatku yang bahkan belum aku tau namanya. Meninggalkan sebuah tenda yang
terbakar dengan dua mayat dan satu orang calon mayat di dalamnya.
Hari
hampir pagi saat kami sampai di depan mobil van yang ternyata cukup besar.
Gurat-gurat sinar matahari sudah muncul di kaki langit bagian timur. Gemuruh kokok
ayam kate menggema mendominasi mengalahkan cuitan burung-burung dan suara
jangkrik mulai menghilang. Embun pagi terasa menyegarkan menyentuh kulitku yang
sudah hampir mati rasa.
Aku
membuka pintu geser bagian samping van
tersebut, disitu kulihat seorang gadis tergeletak menyamping terkulai lemas.
Bajunya masih sama dengan banyak bercak darah di sana sini. Rambutnya terurai
kumal dan tangannya memiliki banyak goresan kecil. Kakinya benar-benar
membengkak dan penuh luka di bagian telapaknya.
Ia
tersadar dan menoleh ke arahku. Matanya nanar, ber-air. Bibirnya yang merah
bagai ingin mengucapkan banyak hal namun tak mampu. Kemudian ia dengan payah mendorong tubuhnya
untuk bangkit dan mendekat ke arahku.. lalu memelukku erat. Menangis. Tanpa
mengatakan apapun.
Untuk
pertama kalinya aku melihat gadis di pelukanku ini menangis. Empat tahun sejak
aku pertama bertemu gadis ini, setahun penuh aku hidup berdua dengannya. dan
aku masih belum mengetahui apa-apa.
Bersambung...
0 comments:
Post a Comment
at least, tell me your name to respond your coments, thanks.