Stories and Sh*t

Sunday, February 24, 2019

MEI



MEI

Jarak antara kota Palembang dan Jambi adalah 275 km. Namun itu hanya antar perbatasannya saja. Untuk mencapai tujuan masing-masing tempat di dalam kota, setidaknya kita harus menempuh 290 km. Ya, 290 km.

Jika kita melaju dengan kendaraan berkecepatan rata-rata 60 km/ jam, kita setidaknya akan sampai dalam waktu 4,83 jam. Oke bulatkan saja 5 jam. Jika mengambil waktu istirahat sekiranya 1 jam, maka kita akan sampai dalam waktu 6 jam. Belum lagi hal lain.

Hal lain? Ya, hal lain. Seperti jalan yang rusak. Saat ini, jalan rusak pada rute lintas sumatera Palembang-Jambi mungkin sudah mencapai puncaknya. Membuat pengendara harus senantiasa berhati-hati karna nyawa taruhannya. Mau tidak mau, kecepatan rata-rata harus berkurang karena terkadang… bukan, bukan terkadang, namun sering kali kita memelankan laju kendaraan secara tiba-tiba karna lubang besar yang mengerikan. Belum lagi masalah lanjutan yang mengikuti jalan rusak ini. Macet, juga kecelakaan lalu lintas. Oke… kita minimalkan saja, anggaplah bertambah 2 jam karena semerawutnya masalah jalan rusak ini. Kini, waktu tempuh menjadi 8 jam.

Apakah ada hal lain lagi? ya… cuaca. Terkadang cerah memang… namun kasusnya dalam cerita ini begitu berbeda. Lebih dari 200 km harus ditempuh dengan hujan lebat, gemuruh, angin, dan petir menyambar. Jarak pandang berkurang… terkadang hanya 10 meter ke depan walau sudah menggunakan lampu tembak. Jalan yang tergenangpun membuat sulit menerka dimana letak lubang besar itu? sesekali roda harus tergoyah sedikit… termasuk kedalam lubang. kini dengan sangat terpaksa harus memelankan laju kendaraan lagi lebih dari sebelumnya, begitu pelan hingga tak sampai 40 km/ jam. Sepanjang perjalanan hanya Tuhan dan kata-kata baik yang kita ingat. Waktu tempuh? Sudah tak tau lagi. tidak usah dihitung… yang penting sampai tujuan dengan selamat, nanti dulu yang lain-lain.

Lalu, ada apa dengan Mei? Yang menjadi judul pada tulisan satu ini. Yang mengaku bahwa dirinya adalah sebuah “cerpen romansa”. Ya… ini adalah cerpen romansa, jika kau bisa melihat isinya. Jika tidak, ya sudahlah… biar aku terangkan saja.

Begini, ini adalah Februari, sudah di penghujungnya. Dan ini, adalah cerita tentangnya. Tentang dia yang bergerak menuju Mei. Mei… adalah tujuannya. Jauh memang, ada jarak antara mereka. Bukan hanya jarak karena bumi ini memiliki batasannya dalam satuan matematis, namun juga jarak-jarak lainnya.

Ada juga waktu yang mengekang untuk sampai dengan harus, dan benar-benar harus… tidak dapat dipungkiri, dihindari, atau dikecualikan, harus melewati Maret dan April. Bukan main… bukan satu atau dua, tapi 61 hari. Dengan waktu dalam hitungan jam yang bisa kau hitung sendiri. Kau pikir itu singkat? Sebentar? Maka kau belum mengerti romansa. Karena dalam cerita tentang cinta, satu detik… bisa selamanya.

Ada juga rintangan diantaranya, diantara jarak dan waktu… ada jalan berlobang, ada macet yang menghadang dan kecelakaan yang semoga saja bukan kita korbannya. Belum lagi panas atau hujan yang dua-duanya bisa sama-sama menorehkan keterlambatan, dan penundaan. Membuat kita yang lambat terkadang menyerah untuk bertanding. Ambil jalan pintas saja… naik pesawat kan bisa? Mahal… dan tanpa perjuangan. Hanya mengadu pada nasib, jika di ridhoi Tuhan maka sampailah. Jika tidak, maka sampai juga, tapi ke alam baka. Dan tidak, itu tidak akan menyelesaikan masalah… karna hanya memangkas jarak, bukan waktu. Hanya jarak bentuk fisik pula, bukan jarak-jarak lainnya yang mungkin lebih penting.

Apalah daya Februari, yang bahkan tak pernah kenal hari ke 30. Apa daya?

Namun begitu, seberapapun jarak yang harus ditempuh… Seberapapun lama waktu yang dibutuhkan… dan seberat apapun rintangan yang ada diantara keduanya. Toh… pada akhirnya, Februari akan sampai pada Mei juga.

Share:
www.bocup.info. Powered by Blogger.

Contributors