CHAPTER 4. NIAT
"Tidak seharipun berlangsung ringan di
rumahku. ibuku, entah ia benar ibuku atau bukan... tidak pernah menyiapkan
makanan. aku menyiapkan semua kebutuhan rumah. posisiku hampir seperti
pembantu. Dengan ayah tiri yang pulang mabuk setiap malam, membuatnya semakin
parah. rumah yang tidak terlalu besar ini serasa kuburan saat sore aku pulang
sekolah, namun tiba-tiba berubah pasar swalayan saat dini hari menjelang. suara
teriakan ayah dan ibuku terdengar sampai ke mana-mana.
"Entah menyedihkan atau tidak, aku tak
perduli apa yang mereka lakukan. selama aku masih bisa melakukan rutinitasku, fuck those two.13 tapi, tidak
hingga suatu malam ibuku benar-benar kehilangan akal sehatnya. Ayah pulang
dengan mabuk seperti biasanya, ribut-ribut seperti biasanya, membentak ibu (dan
ibu membalas) seperti biasanya. yang tidak biasa, Ibuku mengalah sejenak dan
mereka saling terdiam di ruang tamu.. kemuadian ia menangis. Palsu. Tangisan
Palsu yang busuk. Anak keledai pun akan tau tangisnya dusta.
"Aku melangkah ke dapur dan menyiapkan 2
gelas Teh, buat apa? Tentu saja untuk menenangkan mereka, untuk selamanya.
Sudah memuncak kegeramanku pada dua orang itu. Aku benar-benar ingin membuat
mereka diam, diam untuk selamanya. Hampir saja, hampir saja aku campurkan racun
tikus yang cukup untuk 2 gelas teh yang seharusnya mereka minum, namun otakku
nampaknya bekerja kembali setelah mendengar jerit ayah yang kembali
menggelegar. Ibu minta cerai. Aku batalkan niatku dan kuletakkan kembali
bungkusan racun tikus di tangan.
"Keadaan semakin kacau di luar batas. Rumah
kami yang cukup terpisah dari tetangga membuat mereka makin leluasa menjerit
dan kini, melempar apapun barang yang ada. Kalau begini apa yang bisa kulakukan?
Mengintip ruang tengahpun tak mungkin. Aku juga tak mungkin tidur jika begini.
Maka aku melangkah mengendap-endap keluar lewat pintu belakang. Melangkah
menuju rumah ketua RT yang cukup jauh. mungkin sekitar 10 menit perjalanan.
"Sesampainya di depan pelataran rumah
ketua RT, aku disambut 3 orang peronda dan seorang hansip yang sedang main
gaple. Salah satu peronda adalah Pak RT sendiri.
'Loh... dek ****, ngapain malem-malem kesini?'
sapa salah seorang dari mereka.
'kenapa, ada maling? kamu di culik?' kata pak
RT ikut bertanya.
'tolong pak.' kataku lirih.
'iya, kenapa... duduk dulu sini. ini minum air
putih dulu.' sambil menyodorkan sebotol air mineral yang ada di sebelahnya.
'ayah ibu saya pak, bertengkar hebat sekali,
saya takut pulang.' kataku sambil menunduk.
"kemudian mereka saling pandang dan menghela
nafas masing-masing. Mereka sepertinya ingin menyampaikan sesuatu tapi tidak
enak kepadaku. Sesaat setelah itu pak RT inisiatif mulai bicara.
'gini saja, kamu masuk ke rumah dulu ya.'
sambil mengajakku masuk ke rumahnya.
"disana aku duduk di ruang tamu sementara
ia membangunkan istrinya dan berbicara sebentar. setelah percakapan beberapa
menit, pak RT keluar kamar bersama istrinya dan berbicara denganku.
'jadi gini, masalah teja sama rismi ini (orang
tuaku) sebenarnya sudah sering di carikan solusi sama bapak dan temen-temen
yang lain. tapi bagaimana ya, dulu saat kamu masih tinggal sama ayahmu kami
pernah melerai mereka saat bertengkar, malah kami yang kena getahnya. Kami juga
ga berani ikut-ikutan terlalu jauh. Kalo menurut bapak, kamu malem ini tidur
disini saja ya. besok mungkin mereka sudah balik kaya semula, kan hampir setiap
hari begitu toh.. nah itu ibu lagi nyiapin kamar buat kamu. Besok kami antarkan
pulang, kalo memang mereka belum beres urusannya, kita panggilin polisi saja
buat ngamanin.' katanya sambil tersenyum."
Gadis di hadapanku berhenti bercerita sejenak.
lalu menarik nafas panjang...
Aku masih memperhatikan.
"malam itu tidak terlalu panjang, karna
aku tidur nyenyak. Namun hari setelahnya jadi panjang dan runyam. karna saat
aku kembali kesana bersama pak RT dan seorang hansip, mereka berdua sudah di
temukan tidak bernyawa. Kau tau kenapa?" katanya melihat kearahku.
Wajahnya masih sedikit lembab.
"racun tikus?" kataku.
Ia tersenyum dan memandang kembali segelas
coklat hangat miliknya.
Aku sedikit membuang nafas, dan sepeti orang
berfikir dalam (padahal tidak), " aku sudah mendengar kisah tentang orang
tuamu, dulu jadi berita ramai di kalangan para guru. tapi itu tidak membuatmu
menjadi pembunuh mereka" kataku mantap.
"tapi sebelumnya, tidak ada yang tau aku
yang menyiapkan senjata. mereka hanya menarik pelatuknya. salah satu dari
mereka." ia meminum coklatnya sebentar. "Coba saja bocorkan cerita
ini ke salah satu group chat para guru, lihat apa yang akan mereka katakan."
Ia tersenyum tipis.
Bersambung...
0 comments:
Post a Comment
at least, tell me your name to respond your coments, thanks.