Aku benar-benar
terkejut, dan gadis (sepertinya masih gadis) itu mulai memejamkan matanya
ketika kudekatkan tangan ini ke wajahnya. Aku menyentuh sedikit pipinya dengan
jari telunjukku, dan ternyata dia adalah manusia. Hufff.... kupandang ia yang
masih terpejam dengan ekspresi takut, aku juga memandangnya dengan ekspresi
yang tak kalah aneh antara bengong dan lega.
Karna bingung apa yang
harus kulakukan ataupun kukatakan, aku terdiam dan memandangnya terus, mulutku
seakan bisu. Siapa gadis ini, pencurikah? Lalu tiba-tiba ia mundur dan menutup
pintu kamar mandi lagi, masih belum hilang rasa penasaranku dan ia memulai hal
konyol lainnya dengan bertanya menggunakan nada yang sedikit keras, “siapa kau?
Apa kau pencuri? Apa yang kau lakukan disini?”.
“wanita gila! Apa kau
gila? Seharusnya aku yang bertanya apa yang kau lakukan disini? Ini rumahku!”
“benarkah?” Ia memunculkan
kepalanya yang mungil.
Langsung kumasukkan lagi
kepalanya dengan kelima jari dan telapak tanganku. Gila, wanita ini bisa
membuatku jatuh cinta. Matanya begitu berbinar, dan hidungnya yang tak terlalu
mancung itu seperti memaksaku untuk selalu mengingat itu. Bibirnya mungil dan
berwarna merah muda alami, tanpa listik. Alisnya tak terlalu tipis dan terlihat
serasi dengan matanya. Rambutnya hitam panjang sebahu, dan kulitnya putih.
Lama aku menahan degupan
jantungku yang hampir meledak, kemudian ia bersuara lagi dari kamar mandi.
“kalau ini rumahmu kenapa tak tau aku? Lalu kenapa masuk diam-diam? Tapi
dilihat dari penampilanmu, sepertinya kau juga bukan pencuri. Jadi kau ini
siapa?”
“apa yang kau bicarakan,
aku tak mengerti! Tentu saja aku tak tau kau ini siapa? Apa yang kau lakukan
dirumahku? Dan dengar, jangan coba-coba berisik. Karna aku sedang minggat dari
rumah dan aku tak mau ada orang yang tau aku disini, bersama wanita pula!
Sekarang katakan kau ini siapa? Bagaimana kau bisa masuk?” kataku dengan
sedikit tidak lancar.
“katanya ini rumahmu,
lalu kau minggat dari rumah siapa?”
“ayolah, tidakkah
penampilanku terlihat seperti orang yang kaya dimatamu? Apa kau tak berfikir
bahwa mungkin saja aku memiliki lebih dari satu rumah... pokoknya jangan banyak
tanya dan katakan kau ini siapa dan bagaimana bisa masuk?”
“kami menunggumu sejak
pagi, karna sampai siang kau belum juga datang, jadi kami masuk secara paksa
lewat pintu belakang. Namamu Roi bukan?” katanya sambil mengetuk-ngetukan
jarinya di pintu kamar mandi.
“Roi? Bukan! Namaku....”
Roi? Oh tidak!
Benarkah ini. Apakah
kejadian malam itu bukan mimpi? Cepat aku mengambil tas besarku dan membuka
isinya. Kuambil laptop dan kunyalakan. Tak lupa kupasang modem dan langsung membuka
surel memastikan pesan-pesan di dalamnya. benar dugaanku ternyata sudah log in,
dan bukan log in ke alamat surel yang biasanya. Roi Maranjas? Tidaaaaaaaakkkkk!
“kenapa?” kata gadis itu
sambil keluar dari kamar mandi dan masih mengenakan handuk yang tadi.
“apa yang kau lakukan?
Kenapa masih menggunakan handuk?” kataku sedikit sinis.
“bukankah kau membeliku
untuk ini” dia mendekat dan hampir saja... hampir saja Ia membuka kaitan
handuknya.
“hei...hei..hei... apa
yang kau lakukan! Pakai baju sana!” kataku galak.
Ia mengembungkan pipinya
dan membawa bajunya yang tergantung disampingku, lalu masuk kekamar mandi lagi.
Tak berapa lama Ia kembali keluar dengan muka polosnya dan berkata, “baju ini
sudah kotor, aku memakainya dari kemarin.”
Aku masih memandangnya
dengan tatapan galak, lalu melemparkan sepasang baju dan celanaku.yang aku bawa
didalam tas. “pakai ini dulu, besok aku belikan baju.” Kataku.
Kacau, benar-benar kacau
fikiranku saat ini. Entah apa yang telah kulakukan tapi ini benar-benar
terjadi. Aku mencoba tenang dan mulai mengatur nafas. Kupandangi sekeliling
rumah ini yang mulai dipenuhi sarang laba-laba, dan pandanganku berhenti pada
seorang gadis yang keluar dari kamar mandi dengan pakaian kebesaran. Dia tetap
cantik.
“dimana aku mencucinya?”
sambil mengangkat pakaianya yang kotor. Alisnya naik dan matanya terlihat lebih
lebar, bibirnya mulai tersenyum.
“itu mesin cuci!” sambil
mulutku mancung menunjuk mesin cuci yang ada dipojok.
Dia berjalan kearah
mesin cuci dengan langkah agak cepat dan kembali lagi dengan langkah lunglai.
Ia kemudian berdiri menunduk dihadapanku yang sedang duduk. Dengan masih
menenteng pakaian kotornya, ia berkata sangat pelan diiringi mimik malu-malu.
“aku tidak bisa pakai mesin cuci.” Katanya.
Aku berdiri dengan
tampang songong dan menunduk menghadapnya. “hhahahaha.” Kataku tepat
dihadapannya. Lalu kutarik pakaianya itu dan, aku cuci.
***
Aku terbangun karna
pipiku yang terasa dicolek-colek, ternyata wanita ini. Ia duduk didepanku
sambil memamerkan senyum manisnya. Tangannya masih mencolek-colek tanganku
sambil menunjuk arah meja. Terdapat 2 mangkuk mie instan disana.
Kami duduk berdua di
meja makan sambil memakan mie instan, aku masih suka memandanginya dengan
tatapan galak. Terus seperti itu sampai kami selesai makan dan memulai
pembicaraan.
“em... jadi, kapan kita
akan melakukannya?” katanya dengan begitu polos..
“melakukan apa!” Kataku
sedikit membentak “jangan berfikir yang macam-macam!”
Tampangnya jadi seperti
orang yang pusing memikirkan sesuatu “lalu, kapan kau memberiku uang?”
“heii.. aku sudah bayar!
Dengar ya, aku sudah mengeluarkan uang ENAM JUTA RUPIAH untuk membe… maksudku
membayar jasamu. Jadi jangan kau coba-coba berani menguras kantongku lagi.”
“kau memesanku sebagai
orang yang bebas. Dengar, kalau kau tak mau membayarku lagi seharusnya kau
memesan pekerja yang terikat dengan mereka. Bukannya mereka sudah memberikanmu
pilihan?”
“oooo, jadi kau memaksa?
Kalau aku tidak mau, kau mau apa?” kataku bertambah marah.
“jangan begitu...” ia
tampaknya mulai ketakutan. Raut wajahnya benar-benar berubah.
“kau...!” kataku sambil
mengarahkan telunjuk kewajahnya. “kau.. lihat dirimu! Seharusnya kau malu! Apa
yang telah kau lakukan hah? Seperti orang polos yang menyerahkan tubuhnya hanya
demi uang! Apa? Apa yang akan dikatakan Ibumu jika ia tau mempunyai anak
sepertimu!” mataku melotot merah menyala dengan taring keluar den telunjuk yang
tepat mengarah ketengah kedua matanya.
Ia menundukkan kepalanya
kearah meja, menutupi mulut dan hidungnya dengan tangan sementara matanya mulai
berkaca-kaca. Isak mulai keluar dari mulutnya walau sangat pelan karna
ditutupi tangannya.
“menangis! On come
on.... jangan menangis!” kataku semakin membentak dan membuat isaknya makin
keras saja. Nafasnya tersendat-sendat. “oke! Menangislah sesuka hatimu!” aku
keluar rumah dan mulai meninggalkannya.
Bersambung…
0 comments:
Post a Comment
at least, tell me your name to respond your coments, thanks.