Percaya
atau tidak, saya adalah seorang yang otaknya udah membagi part antara dunia
nyata dan dunia khayalan. Seolah dunia khayalan itu adalah dunia nyata yang
lain. Semua hal yang saya tulis di blog ini tentunya hasil dari ‘dunia nyata
kedua’ saya.
Setiap
hari saat senggang, akan tidur, ataupun bangun tidur, saya selalu memiliki
dunia yang berisikan kisah-kisah menyenangkan yang saya buat sendiri.
imaginative. Kadang… saya tak akan memulai kegiatan apapun di dunia nyata hanya
untuk memikirkan kira-kira ending apa yang bagus untuk kisah di ‘dunia nyata ke
dua’ saya. Over imaginative.
Akhir-akhir
ini, saya kesulitan melakukan kegiatan-kegian di dunia nyata, ini semua terjadi
karena ada satu impossible story yang selalu kepikiran bahkan saat waktu yang
saya miliki nggak senggang. Dan kisah ini… selalu tentang saya, dia, dan waktu
yang tidak mungkin.
Saya, Dia, dan waktu yang tidak mungkin
Ini
terjadi saat saya mulai bosan dengan dunia dan hari-hari yang berlangsung
seperti itu-itu saja. Semua diperburuk dengan saya yang tidak menyukai bidang
yang saya geluti saat ini. Apa yang bisa saya fikirkan hanyalah berlari, menuju
tempat dimana tak ada orang lama dengan ingatan kemarin. Memulai kisah baru.
Entah
mengapa, saat itu saya sangat sering membayangkan ex member sebuah group vocal
ternama yang jelas tak akan mungkin bahkan untuk sekedar saya jumpai ‘secara
personal’. Apa yang akan saya sampaikan? I’m not your fan, I just love you.
Nggak mungkin. Atau saya ngaku aja jadi fansnya. I’m your fan.. trus dia jawab,
do you mean fan (kipas angin). Oh no.
Looking
at you again and again make me want to throw sh*t on my face, coz I’m no one.
And yeahh.. I love you. Apapun itu, semua hal ini sungguh memperburuk keadaan
yang saya jalani. Setiap saat saya selalu membayangkan gimana kalau saya
tiba-tiba muncul di balik jendela kamarnya dan menyapa. Lalu dia membalas
dengan senyum manis.. sebelum teriak malinggg dengan kerasnya.
Dalam
opini saya, jujur dia tidak terlalu cantik. Well, I don’t really love the way
dia make pakean yang terbuaka ala artis juga. Walaupun dia memang artis. Tapi
seberapa banyak saya memikirkan kemungkinan hal-hal buruk yang lazim dilakukan
para artis termasuk dia, I can’t hate her. Really… tetap saja dia muncul dalam
khayalan saya sebagai putri manis yang datang dengan sikap polos dan senyum
lebar. Ohhh sugar….
Dengan
segala situasi yang mendukung saya untuk menghilang sementara from this suck
place, pagi-pagi sekali hari itu, saya pergi ke Ibu kota, entah untuk apa.
Hari
berikutnyapun muncul sejak saya masih berada didalam sebuah bus. Saya mencoba
untuk membuka mata dan turun dari bus yang nampaknya sudah dari tadi berhenti
itu. Ini adalah terminal, dan saya adalah seorang anak jalan yang kudel. Tidak
beda jauh dengan penampilan saya sebagai mahasiswa.
Saya
berjalan sambil memakan beberapa potong roti. Saat itu.. fikiran saya bingung.
Namun dalam segala kebingungan, otak ini masih mempresentasikan imaginasi yang
selalu meyakinkan bahwa dia, akan muncul dengan senyum manisnya. Entah
bagaimana caranya. Dan dengan bodoh, atau beruntungnya, saya percaya.
Saya
berhenti diikuti denyut jantung yang malah berlari, saya melirik arloji seakan
tak percaya. 10:00 dan waktu terus berputar. Dia, dengan kacamata besar dan
rambut lurus panjang. Sendirian duduk di halte bus itu, what the heck!
Saya
melihat sekeliling dan memastikan semua hal ini adalah nyata. Di seberang jalan
ada seorang pramuka yang baru saja membenahi ikat pinggangnya. Disamping saya
ada pedagan asongan yang nampaknya akan mendatangi saya untuk menawarkan rokok.
Tepat didepan saya ada seorang yang duduk beralas tikar dan aneka dompet. Ini
nyata. Saya datang dan langsung menjabat tangannya, dia tersenyum heran dan
melihat kearah saya dengan penuh tanya, jantung saya pasti meledak jika begitu.
Tidak,
tidak.. saya datang kearahnya dan… dan menyapa. ‘hey’… lalu dia menanggapi
dengan ‘hay’ lalu kami ngobrol dengan sok asik. Nggak mungkin. Saya siapa?
Diteikain copet mungkin sih..
Gimana
kalau situasinya sekarang dia sedang buru-buru mau ke lokasi syuting, terus dia
ninggalin mobil sama sopirnya karena macet, dia berencana naik ojek tapi belum
ada yang muncul batang idungnya. Perfect! Terus saya dateng, dengan senyum yang
teduh saya mendekat dan duduk di sampingnya. Lalu dengan gembira dia berkata,
“ojek ya?” *gubrak!
Ganti
scenario, hm… dia mengalami kebosanan dalam hidupnya, sama kayak saya. Terus
dia mau coba jadi seorang biasa dan pergi ke suatu tempat yang nggak bakal
disangka oleh orang-orang yang mengenalnya. Itu juga yang jadi alasan dia
nunggu di halte bus, dia nggak mungkin naik taksi dengan jarak yang cukup jauh
karena terlalu mahal. Dia nggak mugkin naik mobil pribadi karena dia pergi
tanpa sepengetahuan semua orang. Yeah… sempurna. Saya dateng, melihat dengan
tatapan serba tau dan dia menerima seolah mengerti. Lalu….
Ciiiittt…
sebuah bus berhenti di depannya dan dia langsung menaikinya sementara saya
terperanga masih terjebak dengan scenario otak yang terus-terusan saja bermimpi
dalam mimpi. Sial! saya bahkan belum melihat wajahnya dari depan secara
langsung. Dan senyumnya, dan fotonya!
Saya
bergegas ingin menghentikan laju bus yang berlalu di depan saya sebelum suatu
keajaiban, atau hal aneh… terjadi. Saat itu saya melihat jelas dia duduk di
kursi samping dekat jendela. Ia menolehkan wajahnya kearah luar, atau pinggir
jalan, atau saya. Saya? Dan dia tersenyum. Ya, tersenyum. dan entah mengapa
semua itu terasa cukup. Merasuk. Mengisi. Melengkapi. Atau apalah namanya. Perasaan
apa ini…
Saya
memperhatikan sekeliling, 2 orang yang sedang berdiri adalah saya dan seorang
pedagang asongan, tak ada orang lain dalam jangkauan pandang dan senyumnya.
Kemungkinannya, dia tersenyum pada saya… atau pedagang asongan yang…
“rokok
mas” kata pedagang asongan itu mengejutkan saya. Rokok? Hey! Tunggu dulu. Saya
melihat sekeliling dan memastikan semua hal ini adalah nyata. Di seberang jalan
ada seorang pramuka yang baru saja membenahi ikat pinggangnya. Disamping saya
ada pedagan asongan yang baru saja mendatangi saya untuk menawarkan rokok.
Tepat didepan saya ada seorang yang duduk beralas tikar dan aneka dompet. Ini
nyata. Saya melirik arloji seakan tak percaya. 10:00 dan waktu terus berputar.
Apa
benar waktunya berputar?
0 comments:
Post a Comment
at least, tell me your name to respond your coments, thanks.