Mati aku kesiangan! Kataku langsung
mematikan alarm dan bergegas ke kamar mandi, uh.. aku lupa lagi. Dari hari
pertama tidak seharipun aku tidak lupa bahwa aku ini sudah lulus SMA sejak
minggu lalu. Kepalaku sedikit pusing dan Mbak Surti masuk ke kamarku mengantarkan
sarapan, artinya orang tuaku masih belum di rumah.
Semalam aku bermimpi, mimpi yang
sangat aneh. Sepertinya aku membeli seorang wanita. Hahaha.. mungkin akan
kulakukan suatu saat nanti. Kumakan lahap roti isi keju buatan Mbak Surti ini.
Bukan bermaksud menjadi anak durhaka tapi roti ini terlihat seperti wajah kedua
orang tuaku, membuatku makin lahap memakannya.
Ingin kuisi hari-hariku dengan
mengambil bimbel atau semacamnya. Tapi aku sudah diterima di salah satu
perguruan tinggi negri yang, sangat-sangat berkelas. Jadi aku tak diperbolehkan
mengambil bimbel apapun. Sial. Mereka tak memikirkan faktor lain selain
pelajaran. Mereka tak mengerti rasana jadi seorang remaja tanpa teman.
Kucoba melakukan beberapa hal
melelahkan agar mengalahkan lelahnya perasaanku ini. Kurombak kamar yang besar
ini menjadi bentuk yang berbeda, lemari yang besar itu kupindahkan
kesana-kemari, meja yang hampir tak dapat kugeser ini akhirnya juga berpindah
tempat, mungkin sekitar 5 cm dari tempat semula. Kubongkar rak buku dan kususun
kembali seperti orang gila. Melelahkan memang, dan akupun tertidur. Pulas...
Hampir saja aku tertidur sampai
pagi kalau saja Mbak Surti tidak membangunkanku untuk makan malam. Ternyata
orang tuaku sudah pulang, dan itu artinya aku harus duduk di meja makan bersama
mereka. Sesuatu yang saat ini sudah sangat jarang terjadi. Aku bergegas mandi
dan duduk berhadapan bersama mereka. Kami makan dengan sangat tenang, selesai
makanpun sangat tenang. Hampir tak dapat kupercaya bahwa kami sama sekali tak
berbicara. Sedikitpun tidak.
Aku duduk diranjang dan berfikir
hal yang macam-macam. Entah mengapa suasana sepertinya menjadi sangat sunyi.
Jangkrikpun tak bersuara. Aku menatap langit-langit kamarku dan entah mengapa
aku menjadi sangat sedih. Aku terus menoleh keatas menghalangi air mataku untuk
mengalir tapi tetap megalir juga. Apa benar mereka pernah menggendongku waktu
aku kecil. Apa benar mereka pernah menggantikan popokku. Apa yang salah dengan
hidupku ini.
Malam ini aku tak bisa tidur sampai
pagi, kupandangi mereka yang bersama menaiki mobil mereka meninggalkan rumah
ini. Kenyataanya aku hampir tak mengenal mereka. Terus kupandangi jendela ini
mengarah keluar, memperhatikan orang-orang yang lalu lalang dijalan depan
rumahku. Kadang ada yang berpasangan lelaki-perempuan, kadang ada yang bersama
sekeluarga, kadang ada yang bersama anjingnya, tak ada yang sendiri.
Mungkin aku sudah sampai titik
batas emosiku hari ini. Tangan dan seluruh tubuhku seolah bergerak sendiri
menyiapkan peralatan. Peralatan untuk hidup diluar rumah ini. Dalam sebuah tas
besar dan satu kantong kecil. Jaket dan sepatu pun sudah kukenakan walau dengan
fikiran yang masih kosong. Lengkap dengan topi untuk melindungiku dari terik.
Satu hal lagi, kartu ATM.
Aku mengeluarkan kepalaku dari
balik pintu kamar memastikan tak ada Mbak Surti di sekitar sini. Kutengok pos
satam dari jendela juga sepi, sepertinya mereka sedang tidak di depan. Setengah
menunduk kususuri dapur dan ruang tengah serta ruang tamu untuk menjaga agar
Mbak Surti tidak melihat aku pergi. Setelah itu aku berlari sekuat-kuatnya
menyusuri taman dan segera keluar pagar rumah itu. Maksudku, penjara itu. Mau
kemana aku?
Kakiku melangkah saja tak tau mau
kemana dan akhirnya berhenti di salah satu terminal kota ini. Setelah berfikir
sejenak, kubeli satu tiket menuju, Jakarta. Siang dan terik panas membuatku
begitu kepanasan. Tas besar inipun ikut membuatku lelah, lelah sekali. Aku
mencari tempat duduk yang rindang dibawah pohon didekat seorang nenek yang
berjualan bakwan. Ahhh, segar sekali. Bis masih berangkat 2 jam lagi dan suasana
sejuk ini membuatku, tertidur...
Sial! Aku bangun dan bergegas
menuju loket yang sudah sepi. Kuperhatikan sekeliling dan jumlah orang sudah
berkurang drastis menjadi hampir dapat kuhitung dengan jari tangan ini. Aku
terperanjat sejenak dan melihat kearah arloji dengan ragu. 18.00. hhahahaha aku
tertidur selama 4 jam dan tertinggal bis. Hhahahaha sembari menyobek tiket dan
menendang nendang batu dengan kesal.
Kubuka handphone dan terlihat 13
missed calls. 10 kali dari supir bis tampaknya, dan 3 kali, dari Ibuku. Ada
beberapa sms juga dari Ibu dan ayahku yang menanyakan dimana aku sekarang,
katanya mereka khawatir. Ingin muntah aku membacanya, khawatir tapi hanya
mencoba menghubungiku selama tiga kali? Bahkan supir bis itu lebih khawatir
padakau.
Sekarang harus kemana aku? Bingung
akan kemana dan tak ada tempat menginap. Hari mendung, mungkin sebentar lagi
akan hujan. Ingin rasanya aku menyewa sebuah kamar hotel, tapi itu akan
menghabiskan uangku dengan cepat. Semakin cepat uang habis, semakin cepat aku
kembali kerumah itu. Aku tidak mau.
Beberapa kali Hpku berdering lagi,
kumatikan saja. Berisik. Kemudian aku mulai berfikir dimana tempat inap yang
tak akan menyedot kantongku, sebelum aku mendengar suara adzan maghrib.
Kusempatkan shalat berjamaah di masjid dengan beberapa orang yang nampaknya
beriman. Bahkan kesempatkan sampai shalat isya, sebab tak ada tempat lain
untung bernaung. Ingin bermalam dimasjid ini tapi aku merasa tak sopan, aku
bahkan jarang menghadap-Nya.
Hari sudah benar-benar malam dan
aku lapar. Tas ini berat sekali, dan kakiku hampir patah berjalan kesana-kemari
tak tentu arah. Tak berapa lama setelah keluhan-keluahanku, hujan pun turun
dengan santainya. Hampir saja membasahi seluruh tubuh ini beserta tas yang
kubawa kalau saja aku tak cepat masuk kedalam taxi yang
kebetulan melintas.
Saat masuk kedalam taxi aku
memang tak memikirkan mau kemana, jadi sekarang aku bingung menjawab pertanyaan
supir taxi ini.
Karna tampangku yang mungkin kurang meyakinkan supir ini terus menanyai tujuan
kami. Dengan sembarang jawab pun memberikan alamat rumah lamaku yang masih
bertempat di kota ini.
Dalam perjalanan yang macet aku
menyaksikan kota Surabaya ini yang ternyata cukup gemerlap di malam hari. Ada
beberapa pasangan yang lalu-lalang dengan motor mereka, beberapa anak sekolah
yang masih berseragam, sepertinya mereka keluyuran sebelum pulang. Ada juga
segerombolan orang berkaos hijau dalam sebuah bak truk yang ramai. Truk itu
bertuliskan bonex. Apa itu bonex?
Aku berhenti didepan rumah yang
dulu pernah kutempati, sekarang rumah ini terlihat sangat kecil. Aku memiliki
kunci cadangan rumah ini, mungkin ini tempat yang tepat untuk menginap malam
ini. Orang tuaku pasti tak menduga hal ini. Kalau ada tempat yang mereka
datangi untuk mencariku pastilah itu hotel.
Perlahan kubuka pagar tanpa suara.
Tak boleh ada tetangga yang tau aku menginap disini sendirian, siapa tau mereka
masih memiliki kontak orang tuaku. Atau mereka masih berhubungan dengan
tetangga lama, segala sesuatunya harus berjalan dengan tenang.
Aku berjalan dengan sangat perlahan
menuju pintu belakang rumah dan mencoba memasukkan kunci lalu kreeeek....
tiba-tiba pintu terbuka tanpa menggunakan kunci. Siapa? Orang tuaku kah? Atau
pencurikah? Seketika itu jantungku hampir berhenti karna kaget. Ini tidak
mungkin orang tuaku. Pagar depan masih dikunci dan lampu teras serta ruang tamu
juga dimatikan. Hening sekali membuatku semakin takut untuk bergerak. Dengan
sedikit keberanian yang tersisa aku mesuk lewat belakang dengan sangat pelan
dan nyaris tanpa suara. Kulihat arlojiku dan waktu sudah menunjukkan pukul
22.00. dalam hatiku berdoa agar setiap langkahku dipenuhi keberuntungn,
kabulkanlah doa hamba-Mu yang lapar ini.
Kulihat dapur dengan tatanan yang
sedikit berantakan. Ada bekas seakan seorang baru saja memasak mie instan,
semakin mengherankan dengan hanya menghidupkan lampu ruang tengah dan dapur
saja. Tapi dimana orang itu? Ku periksa 3 pintu kamar yang ada tapi masih
terkunci rapat. Mungkinkah ada seorang yang menginap disini selama ini secara
diam-diam? Atau mungkin simpanan ayahku? Atau ibuku? Ahhh... berfikir kemana
aku ini.
Kucari ia disetiap sudut rumah tapi
tak ada orang. Hampir lega hati ini sebelum akhirnya terdengar suara air
mengalir di kamar mandi. Ya ampun aku belum memeriksa kamar-kamar mandi.
Jantungku berdebar kencang sekali, ini lebih mirip seperti film horror untukku.
Manusiakah? Cepat kuambil payung yang ada didapur dan merapatkan tubuhku di
dinding sebelah pintu kamar mandi.
Lagi kudengar air itu dengan suara
yang lebih keras seperti orang yang mengayunkan dayung sedang mandi. Tak terasa
keringat dingin mengalir disekujur tubuhku. Mataku begitu tajam sampai lupa
untuk berkedip, begitu menunggu apa yang sebentar lagi keluar dari balik pintu
itu. Mulutku komat-kamin tak karuan dan terdengar seperti mantra.
Sepuluh menit sudah aku berdiri
kaku menunggu sesuatu itu keluar namun belum juga keluar. Apakah benar ada
sesuatu dikamar mandi? Bagaimana kalau ternyata kamar mandi ini kosong, lalu
suara apa barusan? Haruskah kudobrak saja, atau aku teriak saja agar banyak
orang yang datang kemari dan mengeroyok bersama-sama, tapi dengan begitu mereka
akan mengetahui kalau aku disini. Lama aku berfikir, kulihat arloji menunjukkan
pukul 22.20. kemudian tiba-tiba pintunya terbuka!
Dengan cepat aku berbalik kedepan pintu dan mengayunkan
payung kearah seorang... lemas sekali lenganku yang kaget menghentikan ayunan
tangan ini. Seorang wanita yang sangat-sangat cantik dengan perawakan yang
putih menggunakan handuk saja berada didepanku saat ini. Sedikit lebih rendah
dariku dan rambutnya basah berwarna hitam. Tangannya menutupi mulut yang seakan
menjerit dan wajahnya berekspresi sangat takut. Aku bengong antara perasaan
bertemu bidadari seperti mimpi, dan kaget setengah mati. Kami saling berhadapan
dengan waktu yang sepertinya berhenti.
Bersambung....
0 comments:
Post a Comment
at least, tell me your name to respond your coments, thanks.