Biarlah tangan ini mengetik
mengalir bagai perasaan yang telah dipenuhi air, air mata. Sampai detik
terakhirpun saya mengakhiri diri sebagai pecundang yang takut memulai cinta
karna alasan klasik, ekonomi. Ekonomi bro! Ini membuktikan saya belum mampu melewati
batasan ranjau kehidupan. (perang dorr dorr ambil pistol, tembak mati.)
jangankan mau nembak ngomong aja susah.
Hari ini kayaknya bener-bener
hari terakhir buat saya liat muka dia yang super imut, kaya badak. Tapi apa?
Bahkan saya tidak memberi suatu momen positiv yang bikin dia bisa inget sama
saya gitu, mungkin dia inget bibir saya karna bau jengkol tapi nggak! Ibarat
nilai pertemuan saya tadi adalah mines. Yang malah menghapus sebagian ingetan
dia tentang saya, mungkin semuanya.
Atas dasar perasaan yang masih
membara, saya buat satu puisi untuk dia tentang dia yang berjudul, DIA (iringan
musik orkestra bergemuruh). Bukan Cuma itu, saya juga berharap suatu yang nggak
mungkin dengan memasang photo dia diatas puisi tersebut. Berharap dia liat, terus
sadar dan tumbuh perasaan ke saya. Setelah dia baca, ada malah perasaan benci
yang tumbuh.
Saya galau, bukan lagi tingkat
polisi tidur tapi tingkat polisi bangun (permisi dek, tolong SIM dan STNKnya)
nah lo? Saya mau jawab apa? Saya belum punya SIM. Saya juga nggak punya motor
atau mobil jadi gimana mau punya STNK. Emang sepeda harus punya STNK? Gimana
kalo polisinya bangun? Apa yang harus saya lakukan? Haruskah saya bilang kalau
saya galau? Ahhh jangkrik-pun tak mengerti apa yang kurasa dan apa yang kukata.
Lagi pula, saya juga nggak punya sepeda!
Saya sesak dan nulis agak
gemeteran, pengennya ngomong kalo saya suka sama dia. Tapi begitu saling hadap
muka langsung lupa. Bahkan lupa kalo saya belum ngisi satu nomerpun pada kertas
ulangan. Hari ini semesteran mamen, jadi nggak bakal ada pertemuan dia sama
saya setelah ini. Kecuali semester depan kami sama-sama ngulang. Mahhhaaap bae.
Galau memang jadi hal yang biasa
saat ini, dikit-dikit galau. Diputusin galau, nggak punya pacar galau, nggak
punya duit galau, nggak suka lawan jenis.. gila coyy. Tapi galau ini adalah
galau yang tingkatannya tinggi. Saya tau kalau dia pasti nggak bakal nerima
saya kalau, saya tembak. Tapi saya masih punya keinginan untuk sekedar nyoba,
nyoba bilang kalau saya nggak bisa sehari saja menahan otak untuk nggak
ngebayangin tentang dia. Mungkin rambutnya, bibirbya, idungnya, bulu idungnya,
upilnya, apalah...
Saya
ingin dia tau, sekedar tau kalu saya nulis tentang dia bahkan sampai GALAU 3.
Udah berapa kalimat itu? Ini lebih dari puisi, dan kalau bahkan dari puisi saya
juga udah buat puisi tentang dia, bukan tentang upilnya. Dan kalo dia mau minta
buatin tentang upilnya juga pasti saya buat kok. Mungkin upil yang besar, upil
yang bundar, upil yang tegar, upil yang terbuat dari perak atau apa aja bakal
saya tulis. Apapun kecuali disuruh liat upil aslinya.
Ngomong-ngomong soal galau tadi
saya ketemu lagi sama dia, nggak terlalu bersapa tapi cukup dengan lirik mata.
Cuma saya yang ngelirik, dia nggak. Sakitttttt. Tapi hasrat walau tinggal
hasrat tetap menarik mata untuk selalu memperhatikan dia. Sekali lagi
memperhatikan dia, bukan upilnya. Walau jauh dari kategori cantik tapi dia
memang menarik, saya rasa bajunya dilapisi magnet. Tapi satu hal yang saya
percaya adalah setiap manusia memiliki kesempatan. Semenarik apapun dia, dan
sepantas apapun saya untuk ditolak, saya tetap bebas mengeluarkan pendapat. Hal
itu jelas tercantum dalam peraturan perundang-undangan saya lupa pasal berapa.
Tapi walau sudah dijamin
kebebasanya, saya tetep bersikukuh memendam ungkapan yang mengandung begitu
besar perasaan ini. Gimana kalau ditolak? Gimana kalau dia nggak suka? Dan
gimana kalau upilnya bener-bener BESAR?
AKUUUU GAAALLAAAAUUUUU
0 comments:
Post a Comment
at least, tell me your name to respond your coments, thanks.