Hai. Namaku Rio, penulis cerita ini. Aku adalah
seorang bujangan yang ber-profesi sebagai guru disalah satu sekolah menengah
atas negri kota Palembang. Aku tinggal sendirian disebuah rumah yang belum
lunas kreditnya. Mungkin sekitar 12 tahun lagi. Setidaknya masih seperti itu
hingga setahun lalu. Walaupun aku menyukai kisah hidupku yang lurus-lurus saja.
Tidak dapat di pungkiri, bahwa tidak ada yang menarik dari kisah hidupku. Karna
itu... Cerita ini bukan tentang aku.
Bermula pada awal September tahun lalu saat
malam hari dan hujan gerimis turun. Aku sempatkan diri bersantai dan menikmati
segelas kopi hangat, sambil menonton acara berita televisi. Aku biasa tidur
pada pukul 1 atau 2 dini hari. Malam itu tidak terkecuali.
Well, mungkin sedikit pengecualian. Kalau
kalian sering menonton teleivisi hingga dini hari, maka kalian akan tau.
Beberapa stasiun televisi mengganti channel menjadi saluran lokal. Jadi acara
yang ditampilkan waktu itu juga acara-acara dan berita lokal kota Palembang (Sumatera
Selatan). Karna ternyata pada akhirnya aku belum tidur hingga pukul 3 dini
hari.
Pada pukul 3 itu, aku sudah mengantuk dan
sebenernya sangat ingin tidur. Hujan di luar juga makin deras membuat kasurku
seperti bersuara memanggil-manggil namaku. Tapi satu berita di televisi membuat
aku terhenyak sesaat. Memperhatikan. Berita itu bercerita tentang hilangnya
seorang siswa SMA kelas 12. Laki-laki. Sudah 3 hari ia tak pulang ke rumah dan
tak ada kabar. Pesan yang terakhir di sampaikan pada teman sekolahnya terjadi
pagi ini. Dan pesan itu di sinyalir tidak ber-faedah apa-apa.
Anak itu bukan anak didik-ku. Aku juga tidak
mengenalnya. Mungkin aku mengenalnya, tapi hanya sebatas tau. Hanya saja...
Pengetahuanku itu sudah cukup untuk menduga-duga apa yang terjadi. Aku melamun
sesaat dan hujan menderu makin deras. Saat itulah lamunanku terpecah oleh pintu
yang diketuk. Pelan memang seperti ketukan orang yang ragu. Jika saja aku sudah
tidur, pasti tidak akan terdengar.
Aku membuka pintu, juga secara perlahan. Suara
hujan terasa makin keras terdengar. Seliwer angin badai membuat kelebat hujan
kesana kemari. Basah sudah lantai teras rumahku. Juga basah kuyup seorang gadis
yang sedang berdiri di depan pintu. Menundukkan kepala. Wajahnya tertutup
rambut hitam panjang yang masih meneteskan sisa air hujan. Tangannya sedikit
gemetar memegang untaian tali tambang kecil yang nampaknya sudah teputus-putus.
Aku bisa menebak ekspresinya yang diam termangu. Tidak senang, tidak sedih,
tidak marah, tidak merasa bersalah. Tidak ada.
Dia adalah anak didik-ku. Siswa kelas 12 di
sekolah tempat aku mengajar. Aku mengenalnya sejak ia kelas 10, kami cukup
dekat. Aku merengkuh bahunya yang gemetar kedinginan. Aku perhatikan dia
sebentar.. Lalu aku peluk dia cukup erat. Ia masih mengenakan seragam sekolah
dan berlumuran darah kering. Kini lembab tercampur air hujan. Membaur pula
dengan kaos putih yang ku kunakan saat berpelukan dengannya.
"tidak apa-apa. Ayo masuk ke rumah. Kau
boleh tidur di sini malam ini. " kataku sambil tersenyum.
Bersambung...
Bersambung...
0 comments:
Post a Comment
at least, tell me your name to respond your coments, thanks.