pict from here
Pagi itu… yang Nampak seperti pagi-pagi
biasanya, saya memulai semua kegiatan yang tidak menyenangkan, juga seperti
biasanya. Tapi… satu pandangan, mengubah segalanya.
Untuk yang pertama kalinya saya melihat dia,
seorang gadis berkerudung yang selalu menoleh kearah jendela. Entah sudah
berapa lama saya menjadi bagian dari kelas ini, saya tak pernah menyadari dia
ada. Bagai melewatkan sebuah pulau yang di penuhi harta karun, gajah di pelupuk
mata tak tampak.
Nama
saya Rio, saya seorang mahasiswa malas dari sebuah universitas negri di Jawa
barat. Saya berada di jurusan teknik mesin, menjadi bagian dari himpunan
mahasiswa teknik, dan saya membenci semua ini. Sampai saat ini tiba…
Saya
mendekat dengan penuh percaya dirinya dan memperhatikan ia dari dekat. Dia
terus menoleh kearah jendela, bibirnya tak mengekspresikan senyum, tapi matanya
sungguh terlihat bahagia. Memperhatikan cuaca luar yang tampaknya mulai rintik.
Dia
tiba-tiba menoleh dan menunjukan senyum, membuat saya salah tingkah. Beberapa
saat kemudian dia bahkan menyapa dengan mengatakan
“tau tidak, katanya… di dalam hujan, terdapat sebuah lagu.. yang hanya bisa di dengar oleh mereka yang sedang rindu” ujarnya. Lagi-lagi sambil tersenyum.
“tau tidak, katanya… di dalam hujan, terdapat sebuah lagu.. yang hanya bisa di dengar oleh mereka yang sedang rindu” ujarnya. Lagi-lagi sambil tersenyum.
Saya
merasa sedikit aneh. Entah hanya perasaan saja, atau memang iya… tapi saya
merasa sudah mengenalnya. Sungguh sejak waktu yang begitu lama. Saya ingin
sekali membuka pembicaraan selanjutnya dengan mengajak dia bicara panjang
lebar, tapi perasaan ini… saya merasa ingin memandangi dia dalam diam lebih
lama lagi. Dia masih melihat kearah jendela.
****
Saya
membaringkan badan di ranjang yang tiba-tiba terasa begitu nyaman. Kelas usai.
Usai pula kesenangan bersamanya. Membayangkan hal-hal menyenangkan yang mungkin
sesudah ini terjadi antara saya dan dia, senyum di bibir inipun tak pudar walau
sesaat. Saya behkan belum menanyakan namanya. Tapi cerita ini sudah terbawa
hingga mimpi.
Esok
datang… pagi terasa lebih cerah, kicau burung terasa lebih meriah, dan saya.
Memulai hari ini dengan semangat baru. Sesuatu yang sepertinya tak pernah
terlihat sepanjang tahun ini. Kemeja yang begitu rapi, rambut yang sepertinya
nyaman dengan mode baru, dan buku yang sepertinya baru kenalan dengan tas ini.
Membuat saya merasa seperti mahasiswa. Well…
Saya
datang lebih awal dan menunggu dia datang dan mengisi bangku di pojokan itu.
Tapi sampai kelas dimulai… dia tak kunjung datang.
Saya
belajar beberapa hal hari ini, saya bahkan terlihat seperti mahasiswa-mahasiswa
lainnya. Hal yang baru saya sadari, belajar ternyata tidak seburuk yang saya
fikirkan. Tapi hingga kelas akhir usai, dia tak kunjung datang. Apakah hari
kemarin itu… hanya terjadi dalam otak saya? Sungguh menyesal rasanya tak
mengatakan apa-apa kemarin.
Saya
menunggu hingga beberapa hari, bahkan
hingga beberapa minggu, dan tak terasa sebulan telah berlalu. Entah dia siapa,
entah mengapa ia duduk di pojokan itu sambil melihat kearah jendela. Saat ini,
saya bahkan sudah ragu apakah kejadian hari itu benar-benar terjadi. Saat dia
menoleh, dan mengatakan hal yang sekarang hampir saya lupakan.
Saat
ini saya sudah menjadi bagian dari universitas ini. Saya benar-banar menjadi
mahasiswa yang belajar dan mengerjakan tugas-tugas. Namun walau sedikit… saya
selalu memikirkan hal kecil yang membuat saya seperti ini. Suatu saat, saya berharap
bisa bertemu dengannya lagi. Dan menikmati saat-saat saya memandangnya lagi.
Sore
ini hujan, saya berhenti di sebuah coffee shop yang berdinding kaca langsung
menuju kearah luar. Suasana yang pas, atau memang sebuah kebetulan… saya
memutuskan untuk mampir, dan itu menjadi keputusan yang fenomenal. Dia, sedang
duduk menikmati secangkir kopi di pojokan itu, melihat hujan kearah luar, dan
sendirian, sempurna!
Saya
memesan secangkir teh tarik dan langsung duduk dihadapannya. Dia terkejut,
tentu saja.. dan saya menyukai semua ini. Dia tak hentinya memandang lucu
kearah saya dan saya tak bisa menghentikan senyum di bibir ini. Semua kebetulan
ini, terasa luar biasa.
Saya
menjulurkan tangan dan mengatakan “Rio” dengan sangat jelas. Dia tertawa kecil dan menyambut tangan
saya sambil mengatakan “Karin”. Tidak pikir panjang… saya membuka percakapan
dengan hangat. Ditengah hujan yang semoga saja berlangsung lama.
Kami
membicarakan hal-hal yang entah penting atau tidak, saya hanya berharap hal ini
terus berlanjut. Dia masih saja sering melihat kearah luar. Hujan sudah mulai
reda, dan hari beranjak malam. Kopi sudah kering dari tadi, the secangkirpun
tak bersisa lagi. Tapi perasaan ini…
Dia
melihat arlojinya dan sepertinya akan beranjak. Sebelum dia mengatakan sesuatu…
“Karin”, ujar saya.
“ya?” katanya dengan bibir yang disertai
senyuman.
Saya menarik nafas sebentar dan mulai
mengatakan.. “saya tau ini terdengar tidak masuk akal, tapi… saya sempat
berfikir kamu tidak nyata. Pertemuan
waktu itu, berarti besar bagi saya. Mungkin kamu tidak menyadari tapi…
pertemuan hari inipun begitu. Saya tau kamu akan beranjak, namun sebelum itu…
bisakah kamu menjanjikan untuk bisa bertemu lagi?”
Dia tetap saja tersenyum atau mungkin tertawa
kecil. Entah apa yang difikirkannya, tapi dia mulai mengatakan hal yang sangat
membuat saya senang.. “saya tidak bisa janji, mungkin kamu juga tidak
menyadarinya, tapi saya sangat senang bertemu denganmu. Tentu saja saya ingin
seperti ini terus, tapi saya tidak mungkin berbohong bahwa itu tidak mungkin. Saya tau dimana kamu berada, saya
akan datang saat kamu memiliki gelar sarjanamu.” Dia tersenyum sejenak dan
melanjutkan dengan sedikit tawa semangat. ”jadi, berusahalah agar semuanya
berjalan dengan cepat.”
Begitulah pertemuan berakhir, senja itu…
***
Saya berakhir disini, diujung komik yang baru
saja tamat ceritanya. Hal ini lucu ketika komik yang sudah saya baca
bertahun-tahun berakhir begitu saja. Saya merasa seperti, ada yang hilang… atau
mungkin, kembali terdampar di dunia nyata. Setelah sekian lama saya menikmati
dunia yang sempurna pada komik tersebut.
Hari mendung dan mulai hujan, rintik air
dijendela membentuk garis-garis kecil yang perlahan menghapus embunnya.
Gemericik terdengar diluar sana. Saya duduk bersanding dinding menghadap
keluar. Seperti suara keidahan, kebebasan yang menembus ruang. Seperti suara
yang membawa dunia didalamnya, bagai memasuki masa yang telah lalu. Dan
perlahan… rasa ini kembali dimana janji itu diucap.. terbuai alunan, dalam
sebuah lagu rindu.
END
0 comments:
Post a Comment
at least, tell me your name to respond your coments, thanks.