Saya berjalan menyisiri hamparan jalan yang
terlihat begitu sepi. Rumput-rumput yamg dihembus angin juga selalu begitu,
namun hingga kini entah mengapa perasaan melihat rumput yang bergoyang terasa
sama. Misterius.
Saya sendiri, tersenyum sendiri,
tertawa sendiri, menangis sendiri. ya gitu setiap harinya menjalani
kekosongan-kekosongan saya. Sedikit mengkopi kata-katanya bang alit
(shitlicious), “bukan karna tak punya teman saya kesepian. Justru karna saya
memiliki banyak teman, tapi tak ada yang mengerti.”
Saya nggak akan bilang kalo saya
memutuskan untuk berhenti sampai disini, mengubur seluruh perasaan saya. Namun
begitu saya juga nggak bisa menampik kalau saya lelah, Sembilan ratus hari
tentu waktu yang cukup lama untuk ukuran sebuah penantian. Ya, anggap saja saya
menanti. Karna kenyataannya memang begitu.
Nih, biar saya kasih tau apa yang
saya bicarakan saat ini. Buat kalian yang selalu membaca blog ini tentunya
sudah nggak asing. Hahaha, siapa lagi yang nggak putus-putus jadi pusat
pembicaraan. Pop ice mangga.
Jika kalian sudah baca road to 2013,
kalian pasti sudah tau hal pertama yang saya inget tentang pop ice mangga ini.
Nah.. sebenernya ada lebih banyak lagi, beberapa dari itu yang akan saya
tuliskan disini.
Saat itu…
Adalah suatu waktu dimana bahkan pop
ice mangga belum saya ketahui eksistensinya. Waktu itu, es rumput laut adalah
segalanya. Kata-kata ‘elleh’ masih menjadi jurus yang ampuh untuk menepis
seluruh yang berbau perasaan. Melihat beberapa pasangan masih menjadi
pemandangan yang menjijikan. Sungguh..
Saat dimana saya selalu menjalankan
rencana terang dengan memposisikan diri diatas. Saya meremehkan segala hal dan
ternyata saya memang bisa, saya hebat. Sungguh waktu itu adalah waktu dimana
saya mengenal jauh kegagalan. Hidup adalah usaha, dan keberuntungan selalu
terbawa bersamanya. Sampai masa itu datang, dan merubah segalanya.
Saya berada didalam ruang kelas
bahasa Inggris, dengan kursi guru yang beroda. Saya menatap dari balik pintu
fiber, keluar.. kearah seorang yang sedang bercengkrama dengan teman-teman
lainnya, dia terlihat begitu cerewet. Mengotak-atik ponsel, dan tertawa
lebar-lebar tanpa menjaga gerakan kakinya. Padahal dia itu perempuan.
Saya
tersenyum manis. Sekedar informasi, saya adalah lelaki tampan nan manis.
Suatu siang saya duduk didepan
perpus, saya perhatikan beberapa teman laki-laki yang tiduran sesama jenis
mereka, beberapa asik membaca majalah wanita dan beberapa lainnya sibuk ngupil.
Serius, beberapa diantara mereka memang sedang ngupil. Saya perhatikan dari
arah kantin berjalan beriringan, perempuan cerewet dan gerobolannya itu. Tidak
berhenti-hentinya mereka tertawa lebar. Mereka mengenakan seragam olahraga.
Terlepas dari segala kegiatan aneh
teman-teman saya, saya memperhatikan perempuan itu dengan seksama. Dia terlihat
jangkung sendiri diantara teman-temannya, kurus.. mungkin seperti orang-orangan
sawah. Namun dia juga terlihat paling manis dari yang lainnya. Rambutnya
pendek, tidak mengenakan hiasan apapun.
Sore yang indah saya duduk di teras
kost teman yang sudah saya anggap kakak saya sendiri. ia menunjukkan beberapa
foto kekasihnya dan terjadilah beberapa percakapan antara dia, mulut saya, dan
hati saya. Teman saya ini, kekasih perempuan cerewet itu.
Pernah ada momen dimana saya mengantar
temen yang saya anggap kakak ini, pada malam hari ntuk merayakan tahun baru
sama kekasihya ini, ya.. ada momen dimana kami bertiga bertemu di saat tidak
ada yang lain. Kamu tau? Badan saya terasa membeku dan waktu terasa begitu
lama. Mau kemana mereka malem ini? Mau ngapain?
Entah apa yang saya rasakan saat
itu. Dan saat itu saya berkata ‘elleh’ ini bukan perasaan apa-apa. Saya hanya
senang memperhatikannya, selama ini.. saya hanya senang dan tidak ada alasan
lain untuk menambahkan pertemanan di facebooknya. Yah.. besoknya memang saya
lakukan.
Entah apa yang saya rasakan saat
itu, tapi begitulah cerita sebelum kisah ini dimulai… saya dan pop ice mangga.
0 comments:
Post a Comment
at least, tell me your name to respond your coments, thanks.