Melayang sejenak
menuju masa dimana saya masih berseragam putih biru. Saat-saat bagaimana saya
masih suka memandang seorang perempuan muda yang-awalnya-lebih tinggi
sejengkal-dua jengkal dibanding tubuh ini. Kadang… saya sering mengajak
bersaing akan sesuatu demi menemukan tema pembicaraan ala orang intelek
dengannya. Walau saya tau, saya pasti kalah…
Saat ini? Sudah beberapa
tahun saya bahkan tak melihat fotonya, tidak… dia tidak cantik atau seksi.
Namun beberapa saat yang lalu dia yang berdiri dan tersenyum memandang saya
sambil menyapa mengingatkan lagi memori itu, waktu dimana hanya ada
kebahagiaan. Dipadu dengan kerudungnya, teduh… tenang… indah…
R, itu huruf yang
dicoretkan ke dahi manusia dengan IQ rata-rata ini. Beraninya menantang dia
yang dulu –dan mungkin juga sekarang- saya kagumi sebagai perempuan, adu besar
nilai matematika. Mungkin suka, atau mungkin rasa yang saat ini –dengan
sembrono- kalian sebut cinta, entahlah… saat itu, saya terlalu kecil untuk
mengerti hal-hal yang menakjubkan. Namun begitu saya mengerti satu hal, saya
kalah, dan saya bahagia. Bodohnya…
Ada juga satu
kejadian dimana saya ngobrol “ngalor-ngidul” dengan perempuan ini di suatu
ruang kosong dan hanya berdua. Tidak… kami tidak melakukan apa-apa, tapi pak
guru yang sedang mengintip diluar tidak berfikiran demikian. “kreeeek” pintu
terbuka dan sebuah kepala mengintip masuk sebagian. “sedang apa kalian?”
katanya agak terburu-buru. “ngobrol” saya menjawab dengan santai. Beliau
mengangguk-angguk sambil menghilang perlahan. Waktu itu saya nggak kepikiran,
kalau beliau mikir yang macem-macem. Karena saya juga nggak mikir yang
macem-macem. Belum macem-macem.
Saya punya teman
dekat, dua teman dekat… salah satu dari mereka menyukai perempuan yang dari
tadi saya ceritakan ini. Entah apa perasaan perempuan itu padanya, atau pada
saya. Tapi beberapa hari kemudian mereka menobatkan diri sebagai sepasang
kekasih. Saat itu, perasaan saya melihat sahabat saya bersama perempuan –yang
mungkin- saya sukai? Sangat bahagia. Lagi, bodohnya…
Kembali pada saat
dimana saya memandang dia yang sekarang dengan kerudung dan senyum lebarnya,
entah kenapa… saya tidak pernah merasa bodoh. Untuk ukuran perempuan
sepertinya, saya tidak pernah berharap dia masih sendiri saat ini. Namun
perasaan ini ya begitu, selalu saja merasa senang kapanpun saya memandangnya.
Sekejap muncul doa walau tanpa suara. “Ya Tuhan, kelak berikan saya jodoh –yang
setidaknya seperti- Dia”
ahaiii dek, jadi ceritanya flashback masa masa itu :D
ReplyDeleteyoi om.. Entah perasaan apa itu namanya :D
Delete